VARIASI EFEK FARMAKOLOGI DARI SAMPEL TANAMAN YANG SAMA

Tumbuhan sangat penting tidak hanya sebagai bahan sandang, pangan, papan tetapi juga sebagai penghasil bermacam-macam senyawa kimia. Sebagian besar dari senyawa kimia yang diambil dari tumbuhan berupa metabolit sekunder (Mann, 1989). Metabolit sekunder merupakan hasil yang khas dari tumbuhan, dibentuk dan diakumulasikan pada bagian-bagian tertentu dari tumbuhan. Lindsey & Jones (1989) menyatakan bahwa manfaat metabolit sekunder adalah :

1. Melalui kultur jaringan tumbuhan dapat dibentuk senyawa yang bermanfaat dalam kondisi terkontrol dan dalam waktu yang relatif lebih singkat.

2. Sel-sel tumbuhan dapat diperbanyak dengan mudah untuk memperoleh metabolit tertentu.

3. Pertumbuhan sel secara otomatis terawasi dan proses metabolisme dapat diatur secara rasional.

4. Hasil produksi yang diperoleh lebih konsisten, baik dalam kualitas maupun kuantitas.

5. Melalui kultur jaringan tumbuhan dapat dibentuk senyawa baru yang tidak terdapat dalam tanaman induknya dan senyawa baru ini mungkin berguna untuk dikembangkan atau dimanfaatkan lebih jauh.

6. Kultur tidak bergantung pada kondisi lingkungan seperti keadaan geografis, iklim, musim dan tidak memerlukan lahan yang luas.

Kondisi tempat tumbuh juga sangat berpengaruh terhadap kualitas tanaman obat. Sintesis kerangka karbon dari metabolit sekunder yang aktif sangat tergantung pada sinar matahari sebagai sumber energi untuk fotosintesis. Oleh karena itu lama waktu, intensitas dan spektrum sinar matahari selama pertumbuhan sangat berpengaruh terhadap kualitas tanaman obat.

 Cuaca panas disukai dalam proses fotosintesis dan sebaliknya cuaca hujan menghambat pembentukan alkaloid pada berbagai species (Bernard, 1986). Memang sangat sulit mengatur cuaca sesuai dengan kebutuhan, hal ini mempunyai implikasi terhadap kualitas produk fitofarmaka yang dihasilkan nantinya. Sebagai contoh adalah tanaman Atropa belladonna yang ditumbuhkan di Peninsula Crimean mengandung alkaloid aktif sebesar 1,3%, sedangkan yang ditumbuhkan di Leningrad ternyata hanya mengandung 0,3% alkaloid aktif (Waller dan Nowacki, 1978).

EFEK KOMPLEMENTER, SINERGISME DAN KONTRAINDIKASI

Perkembangan obat alami sekarang ini sedang melesat. Banyak orang yang beramai-ramai mengklaim tentang khasiat suatu tanaman untuk mengobati suatu jenis penyakit tertentu tanpa dasar ilmiah yang jelas. Hal inilah yang mendorong dilakukannya banyak penelitian dilakukan untuk membuktikan khasiat dan keamanan dari suatu jenis tanaman yang diklaim sebagai obat tertentu.

Tentu saja akhir-akhir ini yang paling gencar adalah mengenai obat kanker. masih kita ingat bahwa beberapa waktu yang lalu tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) disebutkan oleh berbagai pihak mampu mengobati kanker, sebelumnya tanaman yang terkenal dapat mengobati kanker antara lain kunyit (Curcuma domestica) maupun benalu. Namun, perlu kita ketahui bahwa penyebab kanker adalah beragam sehingga dalam pengobatannya tidak bisa didasarkan dari satu aspek saja. Misalnya : kunyit mengandung senyawa kurkuminoid yang memang bisa meredakan gejala inflamasi (peradangan) dan kanker sendiri terkait dengan munculnya reaksi inflamasi itu sendiri di dalam tubuh. Tetapi,pengobatan dengan tanaman kunyit tidaklah mencukupi untuk melawan sel-sel kanker yang berkembang dengan pesat di dalam tubuh. Kita memerlukan senyawa lain (dari tanaman lain) yang mendukung upaya pencegahan penyebaran kanker itu sendiri. Efek yang dihasilkan ini disebut sebagai efek komplementer, yaitu efek terapi  dengan menggabungkan penggunaan beberapa senyawa yang saling mendukung dalam upaya pencegahan suatu penyakit namun melalui mekanisme yang berbeda.

Berbeda halnya dengan efek komplementer, ada pula yang disebut dengan efek sinergisme di mana penggunaan beberapa senyawa dari tanaman yang sama ataupun berbeda akan menghasilkan efek yang sama karena mekanismenya dalam upaya pencegahan suatu penyakit juga sama. Salah satu contohnya adalah kandungan garam Kalium dan Flavonoid (sinensetin) yang terdapat dalam tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus) sama-sama bersifat sebagai diuretik sehingga dapat melancarkan buang air kecil.

Selain kedua efek di atas juga terdapat efek kontraindikasi yang harus kita hindari jika ingin mengobati suatu penyakit. Efek kontraindikasi ini bisa terdapat dalam satu tanaman maupun dalam tanaman lain yang sama-sama digunakan dalam satu sediaan. Khusus dalam produksi suatu sediaan obat herbal, perlu dicermati benar-benar cara ekstraksi bahan berkhasiat yang akan dituju. Jangan sampai kita salah mengekstraksi bahan baku kita sehingga zat aktif yang kita dapatkan bukanlah zat aktif yang kita maksud. Contoh dari efek kontraindikasi adalah senyawa antrakinon dan tanin yang terdapat pada kelembak (Rheum officinale). Antrakinon bersifat sebagai laksansia (urus-urus) sedangkan taninnya bersifat sebagai antidiare. Hal ini juga akan mempengaruhi bagian tanaman yang akan digunakan sebagai bahan baku. Kita harus tahu juga bagian mana yang mengandung banyak tanin dan bagian mana yang mengandung banyak antrakinon.

Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme

PENYEBAB PENYAKIT DARI BAKTERI BERIKUT :

1.      Escherichia coli

E.coli ini strain partogeniknya menyebabkan penyakit diare menular (scours). (Dorland : 1996).

*   Penyakit yang biasa ditimbulkan oleh E. coli pada manusia adalah : (Wikipedia)

a.      Hemorrhagic colitis (HC)

b.      Hemolytic uremic syndrome (HUS)

c.       Thrombotic thrombocytopenic purpura

      Dari ketiga penyakit diatas yaitu Haemorrhagic colitis memiliki gejala diare berdarah, kram perut, gagal ginjal, dan menyebabkan kematian mikroflora dalam usus. Jika terserang E. coli ini, kemungkinan terkena penyakit haemorrhagic colitis adalah 38-61% dengan masa penyembuhannya antara 5-10 hari. Bila haemorrhagic colitis dibiarkan, penyakit ini dapat berakibat fatal karena adanya komplikasi yang disebabkan oleh haemolytic uraemic syndrome yang dapat menyebabkan kerusakan sel darah merah, dan gagal ginjal, serta diare dengan feses yang mengeluarkan darah (pendarahan yang dapat berakibat fatal, bahkan menyebabkan kematian, khususnya pada anak-anak). Sedangkan, Thrombotic thrombocytopenic purpura dapat menyebabkan thrombocytopenia, anemia, demam, kerusakan pencernaan, dan kerusakan saraf. Penyakit-penyakit ini umumnya disebakan oleh konsumsi daging maupun sayuran yang tidak masak. Daging maupun sayuran yang tidak masak ini merupakan habitat dari E. coli patogen ini.

*   E.coli terdiri dari berbagai macam keragaman yaitu: (Ratih :2010)

1. EHEC (enterohemorrhagic E. coli) menyebabkan serangan diare berdarah  haemolytic uraemic syndrome (HUS). HUS ini ditandai dengan keadaan gagal ginjal akut, anemia dan kekurangan trombosit dan juga gangguan neurologis sampai stroke dan koma. Pada kondisi tertentu memproduksi Vero toxin dan Shiga toxin. Contoh  serotype yang memproduksi shigatoxin adalah, E. coli 0157:H7dan Enterohaemorragic E coli O104:H4\

2. ETEC (enterotoxigenic E. coli) disebut juga traveler’s diarrhea, dengan gejala diare cair,  kram perut, dan demam, beberapa sero tipe of E. coli (0169:H47, 0148:H28) menghasilkan toksin.\

3. EPEC (enteropathogenic E. colidapat menyebabkan diare pada anak-anak. EPEC menyerang jaringan gastrointestinal tissues, khususnya pada bayi yang baru lahir dan menyebabkan diare cair atau diare yang disertai perdarahan pada bayi baru lahir karena produksi toksin yang mirip dengan yang diproduksi oleh  bacteri jenis  Shigella dysenteriae.

4. EIEC (enteroinvasive E. colimenyebabkan diare yang disertai perdarahan seperti diare yang disebabkan oleh Shigella E. coli juga dapat menyerang jaringan epitel pada berbagai usia dan juga menyebabkan mual, demam dan rasa kedinginan. Bakteri  serotype ini berhubungan dengan Shigella spp. Pada beberapa anak menyebabkan haemolytic uraemic syndrome (HUS).

5. EAEC (enteroadherent E. colimenyebabkan diare pada anak-anak. Pada beberapa kejadian pada traveler’s diarrhea pada orang dewasa menyebabkan infeksi saluran urine. Kelompok ini tersusun  dari beberapa strain  E. coli strains (contohnya, 0119 or 055). Serotipe ini dapat menempel pada jaringan sel manusia seperti jaringan gastrointestinal  dan sel-sel lain. Sebagian dari grup ini dapat menyebabkan diare ringan khususnya pada anak-anak. E. coli serotype lain walaupun dapat menempel, tidak menyebabkan timbulnya penyakit. Seperti  EAggEC, strain E. coli ini tidak menghasilkan shigatoksin atau tidak menghasilkan secret yang merupakan toksin bagi mahluk hidup

6. EAggEC (enteroaggregative E. colimenyebabkan diare pada anak-anak di Negara berkembang paling sedikit selama 14 hari. Diare yang terjadi cair, berlendir dan berdarah pada kondisi tertentu. EAggEC biasanya menyebabkan demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi  (kurang dari  101 F atau 38.3 C) dan hampir tanpa disertai rasa mual. 

*   Escherichia coli (jawetz : 1996)

Bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya epidemic penyakit-penyakit saluran pencernaan makanan, seperti kolera, tipus, disentri, diare, dan penyakit cacing. bibit penyakit ini berasal dari feses manusia yang menderita penyakit-penyakit tersebut.

2.      Proteus vulgaris

·      Proteus vulgaris Penyakit yang ditimbulkan berupa infeksi tractus urinarius pada nosocomial infection. pencegahan nosocomial infection dilakukan dengan menggunakan kateter dalam keadaan steril.

·      Spesies ini terdapat dalam beberapa macam serotype , strain x yang mengalami aglutinasi dalam antiserum terhadap penyakit riketsia tertentu (Dorland : 1996)

·      Proteus dapat menyebabkan infeksi saluran kemih

3.      Klebsiella pneumonia

·      Klebsiella pneumonia Bakteri ini sering menimbulkan pada tractus urinarius karena nosocomial infection, meningitis, dan pneumonia pada penderita diabetes mellitus atau pecandu alcohol. gejala pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ini berupa gejala demam akut, malaise (lesu), dan batuk kering, kemudian batuknya menjadi produktif dan menghasilkan sputum berdarah dan purulent (nanah). bila penyakitnya berlanjut, akan terjadi abses, nekrosis jaringan paru, bronchiectasi dan vibrosis paru-paru. Pencegahan dilakukan dengan peningkatan derajat kesehatan dan daya tahan tubuh. pencegahan nosocomial infection dilakukan dengan cara kerja yang aseptik pada perawatan pasien di rumah sakit.

·      Klebsiella pneumonia dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan dan saluran pencernaan (Dorland :1996)

·      Bakteri infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh bakteri  Klebsiella pneumonia (Mawar :2009)

4.      Bakteri coliform

·      Bakteri coliform ini menghasilkan zat ethionine yang pada penelitian menyebabkan kanker. (Erickbio: 2008)

·      Coliform mengganggu saluran pencernaan dalam jumlah banyak dapat membahayakan kesehatan (Pelczar & Chan :2008)

5.      Jamur

·      Jamurbisa menyebabkan penyakit yang cukup parah bagi manusia. Penyakit tersebut antara lain : (Joklik :1988)

1.      Mikosis yang menyerang langsung pada kulit

2.      Mikotoksitosis akibat mengonsumsi toksin dari jamur yang ada dalam produk makanan.

3.      Misetismus yang disebabkan oleh konsumsi jamur beracun.

Pada manusia jamur hidup pada lapisan tanduk. Jamur itu kemudian melepaskan toksin yang bisa menimbulkan peradangan dan iritasi berwarna merah dan gatal. Infeksinya bisa berupa bercak-bercak warna putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk simetris. Ada pula infeksi yang berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit. Itu tergantung pada jenis jamur yang menyerang.

·      Banyak orang meremehkan penyakit karena jamur, seperti panu atau kurap. Padahal, penyakit ini bisa menular lewat persentuhan kulit, atau juga dari pakaian yang terkontaminasi spora jamur. Banyak anggapan, penyakit panu atau kurap sekadar masalah kosmetik.

6.      Pseudomonas aeruginosa

·      Pseudomonas aeruginosa adalah penyebab berbagai penyakit pada manusia, termasuk penyakit endokarditis, pneumonia dan meningitis, dan kadang kadang kuman ini menyebabkan suatu jenis otitis yang dikenal sebagai hot meatherb ear. (Dorland :1996)

·      Bakteri infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh bakteri  Pseudomonas aeruginosa (jawetz: 1996)

·      Infeksi Lokal (slamethandono : 2008)

Infeksi dapat terjadi di mata, telinga, kulit, saluran urin, saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan pada system saraf pusat Infeksi lokal berpotensi berkembang menjadi infeksi menyebabkan mata meradang bengkak dan mata merah obatanya cukup dengan Polymyxin B Sulfate.

·      Infeksi Sistemik (slamethandono : 2008)

Infeksi sistemik karena P. aeruginosa mencakup bakteremia, pneumonia sekunder, infeksi tulang dan otot, endokarditis, infeksi system saraf pusat, dan infeksi jaringan kulit.

7.      Salmonella parathyposa

·      Dapat menyebabkan tifus, paratifus atau gangguan pencernaan (gastroenteritis).

·      Menyebabkan pula pada manusia, kadang kadang pada hewan yang lebih rendah, formula antiginetiknya I, II, XII disebut juga s.parathyposa ini agen dari etiologic paratifoid pada manusia yang juga menimbulkan sindrom akut keracunan  makanan . (Dorland: 1996)

8.      Staphylococcus aureus

·      Staphylococcus aureus  kuman ini menghasilkan racun enterotoksin yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang mendadak, yaitu gejala keracunan seperti kekejangan pada perut dan muntah-muntah dan dapat pula terjadi diare. (Jawetz :1996)

9.      Clostridium perfringens

·      Clostridium perfringens dapat menyebabkan keracunan yang ditandai dengan sakit perut, diare, pusing, tetapi jarang terjadi muntah-muntah. (Mawar :2009)

·      Clostridium perfringens  tipe B yang menyebabkan disentri pada anak. (Dorland: 1996)

10.  Clostridium bifermentas

·         Clostridium bifermentas yang lebih toksik dan lebih virulen (Dorland: 1996)

·         Racun Clostridiumbiasanya dikonsumsi dalam makanan, bisa melemahkan atau melumpuhkan otot.

·      Clostridium bisa mulai dengan mulut kering, penglihatan ganda, dan ketidakmampuan untuk fokus pada mata atau dengan gangguan lambung.

11.  Bakteri aerob berspora

·      Bakteri yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih adalah jenis bakteri aerob. (Joklik :1988)

·      Bakteri berspora ini menyebabkan penyakit saluran nafas.

12.  Staphylococcus epidermidis

·      Dapat menyebabkan luka Penderita, dengan radang tenggorokan yang disebabkan streptokokus ditandai dengan munculnya demam secara tiba-tiba, sakit pada tenggorokan, tonsillitis exudativa ataufaringitis dan terjadi pembesaran kelenjar limfe leher bagian depan, Faring, kripte tonsil. Kedokteran.com

13.  Streptococcus alfa hemliticus

·      alpha-hemolisis adalah “hijau” sebagian atau hemolisis terkait dengan pengurangan merah sel hemoglobin. Nonhemolytic colonies have been termed gamma-hemolytic.dapat menyebabkan endokarditis infektif dan periodontal parah, Orang yang terinfeksi biasanya merasa lelah dan memiliki demam , kadang disertai menggigil, sakit kepala , nyeri otot, kelenjar getah bening, dan mual. Young children may complain of abdominal pain. Anak-anak mungkin mengeluh sakit perut. The tonsils look swollen and are bright red, with white or yellow patches of pus on them. Amandel terlihat bengkak dan berwarna merah cerah, Kadang-kadang langit-langit mulut berwarna merah atau bintik-bintik merah kecil. Often a person with strep throat has bad breath . Seringkali orang dengan radang tenggorokan memiliki bau mulut . (doktersehat.com)

 

DAFTAR PUSTAKA

Britigan BE et al : 1985, Gonococal infection: A model molecular pathogenesis, N Engl J. Med; 312 :1682.


Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996, “Mikrobiologi Kedokteran, edisi 20 EGC Jakarta

Joklik W.K et.al (eds) : Zinserr Microbiology, 19th ed, Appleton Century-Crofts, New York, 1988

Pelzar Michael: Dasar-dasar Mikrobiologi, jilid 2 UI-Press Jakarta 1988.

Ratih Dewanti-Hariyadi, “mengenal-lebih-jauh-tentang-escherichia-coli”

http://202.70.136.150/index.php/article/read/mengenal-lebih-jauh-tentang-escherichia-coli 

Slamet, handono, 2010 “Infeksi_Pseudomonas “

http://medicastore.com/ penyakit/208/  Infeksi _Pseudomonas.htmlkerusakan bahan panganWeb

http://id.wikipedia.org/wiki/Escherichia_coli_O157:H7

http://erickbio.wordpress.com/2011/07/03/bakteri-coliform/

 

http://doktersehat.com/e-coli-enterohemoragik-bakteri-penyebab-diare-mematikan/

http://mawarmawar.wordpress.com/2009/02/27/penyakit-yang-disebabkan-oleh-bakteri/


http://erickbio.wordpress.com/2011/07/03/bakteri-coliform/

 

SIMPLISIA DAN SKRINNING FITOKIMIA

A. Simplisia

 

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apa pun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan liar (wild crop) tentu saja kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu ajeg (konstan) karena disadari adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umum dan cara) panen, serta proses pascapanen dan preparasi akhir. Walaupun ada juga yang berpendapat bahwa variable tersebut tidak berakibat besar pada mutu ekstrak nantinya. Variabel tersebut juga dapat dikompensasi dengan penambahan/pengurangan bahan setelah sedikit prosedur analisis kimia dan sentuhan inovasi teknologi farmasi lanjutan sehingga tidak berdampak banyak pada khasiat produksi. Usaha untuk menjaga variabel tersebut dianggap sebagai usaha untuk menjaga mutu simplisia.

Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun parameter standar mutu yaitu sebagai berikut :

1.      Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).

2.      Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (mutu-aman-manfaat).

3.      Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggungjawab terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.(Anonim,2000)

B.    Uji Tumbuhan Obat

Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplisia, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian makroskopik, pengujian mikroskopik, dan pengujian histokimia.

1.      Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui khususnya bau dan rasa simplisia yang diuji

2.      Uji Makroskopik

Uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa menggunakan alat. Cara ini dilakukan untuk mencari khususnya morfologi, ukuran, dan warna simplisia yang diuji.

3.      Uji mikroskopik

Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal maupun membujur atau berupa serbuk. Pada uji mikroskopik dicari unsur – unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi masing – masing simplisia.

4.      Uji Histokimia

Uji histokimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat

kandungan yang terdapat dalam jaringan tanaman. Dengan pereaksi spesifik, zat – zat kandungan tersebut akan memberikan warna yang spesifik pula sehingga mudah dideteksi. (Anonim,1987)

C.    Pembuatan Simplisia

1.      Bahan baku

Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tumbuhan budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau di tempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia.

2.      Dasar Pembuatan

a.     Simplisia dibuat dengan cara pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini pengeringannya dilakukan dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan dengan waktu lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, bahan simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur perajangannya sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringannya tidak mengalami kerusakan.

b.     Simplisia dibuat dengan proses fermentasi

Proses fermentasi dilakukan dengan saksama agar proses tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.

c.     Simplisia dibuat dengan proses khusus

Pembuatan simplisia dengan cara penyulingan, pengentalan eksudat nabati, pengeringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.

d.     Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air

Pati, talk, dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan harus bebas dari pencemaran racun serangga, kuman patogen, logam berat, dan lain – lain.(Anonim,1985)

3.      Tahap Pembuatan

a.     Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda–beda antara lain tergantung pada :

1) bagian tanaman yang digunakan

2) Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen

3) Waktu panen

4) Lingkungan tempat tumbuh

Waktu panen sangat erat hubunganya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif tersebut secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur  tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimia dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

Cara pengambilan bagian tanaman untuk pembuatan simplisia dapat dilihat pada tabel 1 .

Tabel 1. Bagian tanaman dan cara pengumpulan

 

No.

Bagian tanaman

Cara Pengambilan

1.

Kulit batang

Dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu; untuk kulit batang mengandung minyak atsiri atau golongan senyawa fenol digunakan alat pengelupas bukan logam.

2.

Batang

Dari cabang, dipotong – potong dengan panjang tertentu dan dengan diameter cabang tertentu.

3.

Kayu

Dari batang atau cabang, dipotong kecil atau diserut (disugu) setelah dikelupas kulitnya.

4.

Daun

Tua atau muda (daerah pucuk), dipetik dengan tangan satu persatu

5.

Bunga

Kuncup atau bunga mekar atau mahkota bunga, atau daun bunga, dipetik dengan tangan.

6.

Pucuk

Pucuk berbunga; dipetik dengan tangan (mengandung daun muda dan bunga)

7.

Akar

Dari bawah permukaan tanah, dipotong – potong dengan ukuran tertentu.

8.

Rimpang

Dicabut, dibersihkan dari akar; dipotong melintang dengan ketebalan tertentu.

9.

Buah

Masak, hampir masak; dipetik dengan tangan.

10.

Biji

Buah dipetik; dikupas kulit buahnya dengan mengupas menggunakan tangan, pisau, atau menggilas, biji dikupas dan dicuci.

11.

Kulit buah

Seperti biji, kulit buah dikumpulkan dan dicuci.

12.

Bulbus

Tanaman dicabut, bulbus dipisah dari daun dan akar dengan memotongnya, dicuci.

b.     Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran – kotoran atau bahan – bahan asing lainya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan – bahan seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotor lainya harus dibuang.

c.     Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air dari sumur atau air PAM.

d.     Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dengan keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.

e.     Pengeringan

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurang kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.

f.       Sortasi kering

Sortasi setelah engeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda – benda asing seperti bagian – bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor – pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.

g.     Pengepakan dan penyimpanan

Pada penyimpaan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat mengakibatkan kerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan, pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu, serta cara pengawetanya. Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan kelembaban.

Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan penggunaan pengemasaan. Bahan dan bentuk pengemasan harus sesuai, dapat melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia, dan dengan memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk keperluan pengangkutan maupun penyimpananya.

h.     Pemeriksaan mutu

Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian dari pengumpul atau pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam Buku Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia ataupun Materia Medika Indonesia Edisi terakhir (Anonim,1985).

D.    Ekstraksi Tumbuhan Obat

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran pertikel tertentu dan menggunakan medium pengekstrasi (menstrum) yang tertentu pula.

Ekstraksi dapat dilakukan menurut berbagai cara. Ekstrak yang diperoleh sesudah pemisahan cairan dari residu tanaman obat dinamakan “micela”. Micelle ini dapat diubah menjadi bentuk obat siap pakai, seperti ekstrak cair dan tinktura atau sebagai produk/bahan antara yang selanjutnya dapat diproses menjadi ekstrak kering (Agoes.G,2007)

E.     Cara Ekstraksi

1.      Maserasi

          

Proses maserasi merupakan proses sederhana untuk mendapatkan ekstrak dan diuraikan dalam kebanyakan farmakope. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Proses yang paling sederhana hanya menuanngkan pelarut pada simplisia. Sesudah mengatur waktu sehingga sesuai untuk tiap – tiap bahan tanaman (simplisia), ekstrak dikeluarkan, dan ampas hasil ekstraksi dicuci dengan pelarut yang segar sampai didapat berat yang sesuai. Prosedur ini sama dengan pembuatan tingtur atau ekstrak khusus, dan kadang – kadang merupakan satu – satunya prosedur untuk tanaman yang mengandung zat berlendir (musilago) tinggi. Sebetulnya cara ini tidak begitu berguna karena tidak pernah dapat menarik zat berkhasiat dari tanaman secara sempurna. Ampas menahan sejumlah besar solute, yang untuk perolehanya harus dilakukan proses pemerasan (penekanan) atau cara sentrifugasi (Agoes.G,2007)

2.      Perkolasi

          

Pada perkolasi sederhana dan berkesinambungan, sasaran proses biasanya adalah untuk menarik bahan berkhasiat dari tanaman secara total. Pada perkolasi sederhana, bahan berkhasiat diekstraksi sampai habis menggunakan pelarut segar. Proses ini merupakan proses yang memakanwaktu (lama) dan mahal karena dibutuhkan sejumlah besar pelarut yang bergantung pada beberapa parameter berikut :

a.     Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan pelarut – solute.

b.     Kuantitas pelarut yang dibutuhkan untuk menghasilkan ekstraksi pertama dalam skala ekonomi yang memadai.

c.      Kuantitas pelarut yang dibutuhkan untuk mengencerkan secara sempurna kuantitas solut yang tertahan oleh ampas dari ekstraksi pertama (Agoes.G.2007)

3.      Ekstraksi Sinambung

          

Ekstrasksi sinambung dilakukan dengan menggunakan alat Soxhlet. Pelarut penyari yang ditempatkan di dalam labu akan menguap ketika dipanaskan, melewati pipa samping alat Soxhlet dan mengalami pendinginan saat melewati kondensor. Pelarut yang telah berkondensasi tersebut akan jatuh pada bagian dalam alat Soxhlet yang bersimplisia dibungkus kertas saring dan menyisiknya hingga mencapai bagian atas tabung sifon. Seharusnya seluruh bagian linarut tersebut akan tertarik dan ditampung pada labu tempat pelarut awal. Proses ini berlangsung terus menerus sampai diperloleh hasil ekstraksi yang dikehendaki.

Keuntungan ekstraksi sinambung adalah pelarut yang digunakan lebih sedikit dan pelarut murni sehingga dapat menyaring senyawa dalam simplisia lebih banyak dalam waktu lebih singkat dibandingkan dengan maserasi atau perkolasi. Kerugian cara ini adalah tidak dapat digunakan untuk senyawasenyawa termolabil (Harborne. J.B,1987)

F.     Skrining Fitokimia

Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapt digunakan untuk keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanin, minyak untuk industri, sumber gum, dll. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin,  saponin, kumarin, quinon, steroid/terpenoid (Teyler.V.E,1988)

1.      Alkaloid

a.     Pengertian alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid menccakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol yang digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.alakoloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan ( misalnya nikotina pada suhu kamar ).

Prazat alkaloid yang paling umu adalah asam amino, meskipun sebenarnya biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkaloid utama Conium maculatum sampai pentasiklik seperti estrikhnina yaitu racun kulit strychnos.

Alkaloid, sekitar 5500 telah di ketahui, merupaan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Tidak ada satu pun istilah alkoloid yang memuaskan tetapi pada umumnya alkoloid mencakup senyawa bersifat basa mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkoloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkoloid biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar .uji sederhana tetapi yang sama sekali tidak satu sempurna, untuk alkoloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah. Misalnya, alkoloid kinina adalah zat yang dikenal paling pahit dan pada konsentrasimolar 1x 103 membeikan rasa pahit yang berarti.prazat alkoloid yang paling umum adalah asam amino, meski pun sebenarnya, biosintesis kebanyakan alkoloid lebih rumit. Secara kimia, alkoloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkoloid utama conium maculatum, sampai ke struktur pentasiklik seperti strikhnina , yaitu racun kulit Strychnos. Amina tumbuhan (misalnya meskalina) dan basa Purina dan pirimidina (misalnya kafeina) kadang-kadang digolongkan sebagai alkoloid dalam arti umum. Banyak alkoloid bersifat terpenoid dan beberapa (misalnya solanina alkoloid – steroid kentang, Solanum tuberosum) sebaiknya ditinjaudari segi biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi. Yang lainnya terutama berupa senyawa aromatic ( misalnya kolkhisina, alkoloid tropolon umbi crocus musim gugur ) yang mengandung gugus basa sebagai gugus rantai samping. Banyak sekali alkoloid yang khas pada suatu suku tumbuhan atau beberapa tumbuhan sekerabat. Jadi nama alkoloid sering kali diturunkan dari sumber tumbuhan penhasilnya, misalnya alkoloid Atropa atau alkoloid tropana, dan sebagainya.(Harbrone.J.B,1987)

Sebagian besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asam memberikan endapan dengan reaksi yang terjadi dengan reagent Mayer (Larutan Kaliummercuri Iodida); reagent Wangner (larutan Iodida dalam Kalium Iodida); dengan larutan asam tanat,reagent Hager (saturasi dengan asam pikrat); atau dengan reagent Dragendroff (larutan Kalium Bismuth Iodida). Endapan ini berbentuk amorf atau terdiri dari kristal dari berbagai warna. Cream (Mayer),Kuning (Hager),coklat kemerah – merahan (Wagner dan Dragendroff). Caffein dan beberapa alkaloid tidak menimbulkan reaksi pengendapan. Ketelitian harus dimulai dari ekstraksi alkaloid yang diuji karena bahan akan membentuk endapan dengan protein. sebagian dari protein akan membuat tidak larut dari bahan yang telah diekstrak oleh proses epaporasi atau mungkin disebabkan filtrate yang terbongkar. Jika ekstrak asli telah dikonsentrasi ke konsentrasi rendah akan membentuk ekstrak alkaloid yang bebrbentuk basa dengan pertolongan suatu pelarut organik kemudian dimasukan dalam larutan asam encer (misalnya : Tartarat),larutan haus bebas dari protein dan siap untuk dilakukan uji alkaloid (Teyler.V.E,1988).

b.     Pereaksi Alkaloid

Untuk pereaksi Dragendrof dibuat dua larutan persediaan : (1) 0,6 g bismusubnitrat dalam 2 ml HCl pekat dan 10 ml air ; (2) 6 g Kalium iodide dalam 10 ml air. Larutan persediaan ini dicampur dengan 7 ml HCl pekat dan 15 ml air. Untuk menyemprot kertas dengan pereaksi iodoplatinat, 10 ml larutan platina klorida 5% dicampur dengan 240 ml Kalium iodide 2% dan diencerkan dengan air sampai 500 ml. untuk menyemprot pelat, campurkan 10 ml platina klorida 5%, 5 ml HCl pekat, dan 240 ml Kalium iodide 2% (Teyler.V.E,1988)

c.      Klasifikasi alkaloid

Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya bahwa alkaloid sebagai kelompok senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal tentang alkaloid. Sistem klasifikasi yang diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai:

1.     Alkaloid Sesungguhnya

Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung Nitrogen dalam cincin heterosiklik ; diturunkan dari asam amino ; biasanya terdapat “aturan” tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quartener, yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.

2.     Protoalkaloid

Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian ”amin biologis” sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh, adalah meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin.

3.     Pseudoalkaloid

Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin dan purin (kaffein).(Teyler.V.E,1988)

2.      Fenol

Senyawa asam fenolat ada hubungannya dengan lignin terikat sebagai ester atau terdapat pada daun di dalam fraksi yang tidak larut dalam etanol; atau mungkin terdapat dalam fraksi yang larut dalam etanol, yaitu sebagai glikosida sederhana. Deteksi asam fenolat dan lignindalam jaringan tumbuhan Lignin ialah polimer fenol yang terdapat dalam dinding sel tumbuhan, yang bersama selulosa, menyebabkan kekakuan dan kekokohan batang tumbuhan. Lignin terutama terdapat pada tumbuhan berkayu karena sampai 30% bahan organic pepohonan terdiri atas zat ini. Bila dioksidasi dengan nitrobenzene, lignin menghasilkan tiga aldehida fenol sederhana yang ada kaitannya dengan asam fenolat tumbuhan umum (Harbrone.J.B,1987)

3.      Tanin

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasanya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kepolumer mantap yang tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuanya menyambung silang protein.

Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakanya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya, sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan. Tanin –terkondensasi hampir terdapat semesta di dalam paku-pakuan dan gimnosperae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan penyebaranya terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harbrone.J.B,1987)

4.      Flavonoid

Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas. Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula – mula didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis secara kromatografi (Harbrone.J.B,1987)

5.      Steroid dan Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang – kurangnya empat golongan senyawa : triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan yang terakhir sebenarnya triterpena atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida. Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya system cincin siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai hormone kelamin, asam empedu, dll), tetapi pada tahun – tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan.(Harbrone.J.B,1987)

6.      Kuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon – karbon. Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroklisasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol.

Untuk memastikan adanya adanya suatu pigmen termasuk kuinon atau bukan, reaksi warna sederhan masih tetap berguna. Reaksi yang khas ialah reduksi bolak balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanwarna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara (Harbone.J.B, 1987)

 

DAFTAR PUSTAKA

Agoes.G.2007.Teknologi Bahan Alam.21,38 – 39.Bandung : ITB Press

 

Anonim.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. 3 – 5. Jakarta : Depkes RI

 

Anonim.1985. Cara Pembuatan Simplisia. 2 – 22. Jakarta : Depkes RI

 

Anonim.1987. Analisis Obat Tradisional. 2 – 3. Jakarta : Depkes RI

 

Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, 69 – 94, 142-158, 234-238. Bandung : ITB Press

 

Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy.9th Edition. 187 – 188. Phiadelphia : Lea & Febiger