DMC atau siklus manajemen obat merupakan unsur penting dalam pengelolan manajerial secara keseluruhan , dalam sistem manajemen obat mempunyai fungsi masing-masing yang saling berkesinambungan satu dengan lainnya yang saling terkait yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunanaan (Bogadenta,2012).
1. Perencanaan
Menurut Keputusan Menkes No. 1197 tahun 2004, bahwa perencanaan ialah suatu proses pemilihan jenis, jumlah dan harga dari perbekalan farmasi yang mana perencanaan akan pemilihan suatu sediaan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat. Dalam menentukan perencanaan akan kebutuhan suatu apotek dalam pemilihan sediaan farmasi yang di inginkan maka ada tiga metode perencanaan yang bisa digunakan yaitu yang pertama adalah metode morbiditas atau epidemiologi, perencanaan perbekalan farmasi dengan metode ini ialah berdasarkan penyakit yang ada yang mana obat yang disediakan ialah obat yang paling sering diminta untuk suatu jenis penyakit yang sering muncul pada suatu lingkungan masyarakat, maka suatu apotek akan memenuhi permintaan atau kebutuhan masyarakat dari suatu sediaan farmasi dari epidemiologi yang paling sering muncul. Yang kedua ialah metode konsumsi, metode perencaan obat ini didasarkan pada kebutuhan obat pada perioe sebelumnya, yaitu dengan melihat pola konsumsi yang umumnya digunakan pada tahun-tahun sebelumnya, metode ini paling mudah dilakukan namun membutuhkan waktu yang lebih banyak. Metode konsumsi ini umumnya digunakan di apotek ataupun dirumah sakit karena tidak memerlukan data penyakit dan standar pengobatan. Yang ketiga metode kombinasi atau gabungan antara keduanya , metode ini saling mengisi kelengkapan diantara kedua metode tadi dan meminimalisir kekurangannya. Yang menggunakan metode ini kombinasi ini umumnya rumah sakit besar yang telah berjalan cukup lama atau apotek yang telah cukup maju. (Bogadenta,2012)
a. Metode Penentuan Skala prioritas dari Perencanaan
Setelah menentukan metode perencanaan maka selanjutnya ialah menentukan skala prioritas kebutuhan suatu sediaan farmasi agar sesuai anggaran yang ada apotek. Metode yang digunakan untuk menentukan skala prioritas ada 3 yaitu metode ABC (Always Better Control), VEN (Vital Essensial dan Nonessensial) dan Put (Prioritas Utama tambahan), untuk metode ABC ialah didasarkan atas nilai ekonomis barang, dimana metode ini berdasarkan pembiayaan dari suatu jenis obat yang di kelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu kelompok A jika obat tersebut mempunyai dana sebesar 80% tapi jumlah item obat tidak lebih dari 20%, kelompok B jika dana yang tersedia sekitar 15% tapi jumlah item obat tidak lebih dari 30% dan kelompok C jika dana yang tersedia sekitar 5% tapi jumlah item obat sekitar 50%. Untuk metode VEN berdasarkan penggunaan obat yang berdampak pada kesehatan, metode ini juga terbagi menjadi tiga kategori, kategori pertama yaitu V atau vital adalah obat-obat yang harus ada yang merupakan obat-obat penyelamat hidup (life saving drugs) , obat-obat ini merupakan obat penting yang harus ada yang dapat mengobati penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar contohnya ialah obat kemoterapi ataupun obat-obatan injeksi seperti adrenalin yang harus selalu tersedia di UGD.Kategori E atau essensial ialah obat kausal yang langsung mengobati sumber penyakit yang terbukti menyebuhkan pasien atau mengurangi kesakitan dari pasien contohnya obat-obat antibiotik. Kategori N atau Nonessensial yaitu obat yang kerjaya ringan yang digunakan untuk menjaga kenyamanan dari penyakit yang sebenarnya dapat sembuh sendiri contohnya vitamin. Yang terakhir yaitu metode PUT atau prioritas utama tambahan merupakan gabungan antara VEN dan ABC yang mana metode ini digunakan jika kebutuhan dana dari pengadaan obat yang di inginkan melebihi biaya yang disediakan oleh suatu apotek maupun rumah sakit(Maimun,2008).
Adapun Standar Operasional Prosedur dari perencanaan ialah pertama dilakukannya review terhadap pola penyakit, kemampuan daya masyarakat serta kebiasaan setempat kemudian dilakukan kompilasi penggunaan obat setiap bulan lalu dianalisa untuk menetapkan prioritas dan jumlah sediaan yang akan diadakan, selanjutnya dilakukan monitoring distributor sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk menjamin keabsahan distributor dan menjamin bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan memenuhi persyaratan mutu, terakhir dilakukan prakiraan perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan dan prakiraan pembelian ke masing-masing distributor serta frekuensi pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan (cpfb, 2011).
2. Pengadaan
Pengadaan ialah suatu kegiatan yang merealisasikan yang telah direncanakan, pengadaan yang efektif ialah harus menjamin ketersediaan jenis dan jumalh yang tepat dengan harga yang ekonomis dan memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan (cpfb,2011; WHO,2012).
Pengadaan sediaan farmasi di dalam apotek dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu , pelelangan umum yang dilakukan secara terbuka kepada msyarkat ataupun PBF lain, pelelangan terbatas yaitu memeberikan pengumuman kepada sejumlah penyedia barang dan jasa yang mampu melaksanakan pekerjaan yang diyakini terbatas, pemilihan langsung yaitu pemilihan dengan membandingkan sebanyak-banyak penawaran serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya dan metode penunjukkan langsung yaitu pada keadaan tertentu suatu apotek ataupun rumah sakit dapat langsung menujuk salah satu penyedia barang/jasa (bogadenta, 2012). Adapun menurut KepMenkes no 1917 tahun 2004 tantang pengadaan disetujui dengan tiga cara , melalui, Pembelian, secara tender dan secara langsung, Produksi/pembuatan sediaan farmasi baik steril maupun non steril dan Sumbangan atau hibah.
Menurut pedoman praktik apoteker tahun 2013 tentang standar prosedur operasional pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu pertama memeriksa sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sudah habis atau hampir habis melalui pengamatan dari kartu stok atauun kartu stelling yang kemudian dicatat pada buku defacta atau daftar obat habis, yang kedua dilakukan pemesanan sediaan farmasi dan alat kesehatan berdasarkan kebiasaan datangnya PBF baik setiap minggu ataupun perbulan, yang ketiga menentukan sediaan farmasi yang akan dipesan, yang keempat menulis blangko di surat di pesanan, dan dipisahkan untuk blangko pemesanan obat biasa dan obat narkotik dan psikotropik.
3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian yang menjamin kesesuai jenis, spesifikasi serta mutu dan waktu penyerahan dan harga tertera dalam kontrak atau pesanan. Dalam melakukan penerimaan dilakkan verifikasi dokumentasi dengan menggunakan checklist untuk tiap-tiap produk (cpfb,2011).
Adapun dalam penerimaan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu mencocokkan isi faktur dan sediaan farmasi, diperiksa kondisi fisiknya yang meliputi wadahnya masih tertutup rapat, kondisi tidak rusak dan tanggal kadaluarsanya masih jauh (cpfb,2011).
Standar prosedur operasional dari penerimaan menurut pedoman praktikum apoteker tahun 2013 meliputi , pertama dicocokkan antara sp dan faktur meliputi nama PBF, jenis sediaan farmasi dan alat kesehatan yag di pesan, kekuatan sediaan dan bentuk sediaan, jumlah yang dipesan dan harga, bila tidak sesuai segera konfirmasi dengan PBF, yang kedua dicocokkan antara isi faktur dan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang datang meliputi jumlah sediaan, jenis sediaan dan nomor batch , bila jumlah dan jenis yang di minta tidak sama maka segera di kembalikan , yang ketiga diperiksa kondisi fisiknya meliputi wadah, tanggal kadaluarsa dan sediaan yang rusak atau tidak. Bila pemriksaan sudah selesai, faktur di tanda tangani oleh pihak apotek dan diberti tanda tangan, yang asli diberikan kepada PBF dan copiannya disimpan sebagai arsip.
4. Distribusi
Distribusi dalam apotek masuk kedalam teknik penyimpanan, penyimpanan merupakan kegiatan untuk menata dan memelihara dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan pada tempat yang man dari pencuri dan gangguan fisik yang dapat merusak mutu sediaan obat (cpfb,2012). Metode penyimpanan menurut cfpb tahun 2012 dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, alfabetis dan FIFO serta FEFO yan disertai sistem informasi manajemen. Menurut kepmenkes no 1027 tahun 2004 tentang penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebaiknya obat dan bahan obat disimpan dalam wadah asli dari pabrik, jika ingin dipindahkan ke wadah lain kontaminasi harus di cegah dan ditulis informasi yang baru yang memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa , kemudian bahan obat disimpan pada kondisi yang sesuai dan layak dan menjamin kestabilan bahan.
Standar prosedur oprasioanal dari penyimpanan menurut pedoman praktik apoteker tahun 2013 yaitu setelah obat sesuai dengan pesanan dilakukan penyimpanan sesuai dengan spesifikasi obat mencakup suhu dan kelembaban untuk menjamin stabilitas obat tersebut, kemudian disimpan sedemikian rupa untuk mempermudah pegambilan, penataan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan , alfabetis dan gabungan antara ketiganya, dan untuk penyimpanan khusus di lemari pendingin untu beberpa jenis obat yang jika disimpan pada suhu kamar akan merusak sediaan obat tersebut dan yag terakhir menerapkan metode FIFO (first in first out) pertama masuk-pertama keluar dan FEFO (first expired first out) pertama kadaluarsa pertama keluar. Untuk metode peyimpanannya sudah tersebutkan pada standar prosedur operasional penyimpanan.
Dalam pengadaan dan distribusi apotek menggunakan jasa penyedia barang atau sediaan obat dan alat kesehatan PBF menurut permenkes no 1148 tahun 2011 suatu PBF harus memiliki izin dengan kriteria : berbadan hukum, ada no.npwp, ada APA, tidak ada pelanggaran UU di farmasi, Memahami sarana, menguasai gudang, ruangan sesuai CDOB dan menurut Kepmenkes no 1121 tahun 2008 suatu PBF memiliki izin yang berlaku, harus memiliki dukungan industry dengan CPOB, reputasi baik dalam pengadaan obat, pemilik tidak dalam pengadilan, berkesinambungan sesuai masa kontrak.
5. USE/ Pelayanan
Use dalam manajemen apotek mencakup pelayanan . pelayanan kefarmasian adalh suatu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung seoarang profesi apoteker untuk meningkatakan kualitas hidup pasien (Anonim,2004). Berdasarkan standar operational prosedur ada beberapa pelayanan yang telah termasuk didalamnya diantaranya ialah pelayanan residensial (home care) yaitu memberikan pelayanan dirumah jika pasien berhalangan atau dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk datang, pelayanan resep narkotik ialah untuk melaksanakan permintaan tertulis dari dokter , dokter gigi dan dokter hewan, pelayanan penyerahan obat pada pasien ialah untuk mengawasi dan melaksanakan penyeraha sedian farmasi dan alat kesehatan pada pasien, pelayanan informasi obat yaitu kegiatn pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memeberikan informasi dan konsultasi secara akurat , tidak bias, faktual, terkini dna mudah di mengerti serta etis dan bijaksana, pelayanan konseling dengan pasien sesuai resep dan kondisi pasien. Pelayanan secara umum ialah pelayanan resep yang pertama ialah melakukan skrining resep yang mencakup persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis, yang kedua penyiapan obat yang mencakup peracikan, etiket, kemasan oat yang digunakan dan penyerhan obat (Anonim,2004).
Proses administratif dalam manajemen pengelolaa apotek sangat di butuhkan dalam pelayanan kefarmasian . Menurut Hartono administratif mencakup laporan narkotik, psiko, obat bebas, resep, pembukuan , administrasi penjualan resep, pencatatan penerimaan barang, pembelian, pihutang, pelunasan, dan administrasi pegawaian. Menurut Kepmenkes no 1027 tahun 2004 kegiatan administratif meliputi administrasi umum yang meliputi pencatatan , pengarsipan, pelaporan narkotik, psikotropik dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. Adapun administrasi yang biasa dilakukan apotek meliputi : yang pertama administrasi yang kegiatannya agenda/ mengarsipkan surat masuk dan keluar dan pengetikan laporan, kedua pembukuan yaitu keluar masuknya uang disertai dengan bukti, yang ketiga administrasi penjualan mencakup resep bebas ,langganan dan pembayaran secara tunai ataupun kredit, yang keempat administrasi pergudangan mencatat pengeluaran dan pemasukan barang, masing-masing barang dberi kartu stok dan memebuat kartu defacta, yang kelima administrasi pembelian yaitu mencatat pembelian harian , yang keenam administrasi piutang yaitu mecatat kepada siapa saja berhutang dan berhitung berapa hutang apotek, yang ke tujuh administrasi kepegawaian yaitu mencatat absensi, gaji dan kenaikan pangkat.
KESIMPULAN
DMC atau drug manajemen cycle merupakan fungsi manajerial apotek secara keseluruhan yang berguna dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat. DMC di apotek hanya mempunyai tiga siklus yaitu langsung ke pengadaan yang didalamnya termasuk perencanaan kemudian distribusi yang dalam hal ini mencakup penyimpanan dan kegunaan yaitu pelayanan di apotek.
DAFTAR PUSTAKA
MOh. Anief, Manajemen Farmasi, 2008 UGM PRESS
Anonim, 2004. Kepmenkes no 1027/Menkes/Per/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 2008. Kepmenkes no 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DASAR. Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Bogadenta,Aryo . 2012. Managemen Pengelolaan Apotek. D-Medika. Jogjakarta
Dirjen Bina Kefarmasian dan IAI,2011. PEDOMAN CARA PELAYANANKEFARMASIAN yang BAIK. Bakti Husada. Jakarta
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,Depertemen kesehatan RI, Jakarta
Dirjen Bina Kefarmasian dan IAI,2013. Pedoman Praktik Apoteker. IAI. Sanur, bali.
Dirjen Bina Kefarmasian dan IAI,2010. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. IAI. Jakarta
Management Science for Health, 2012. MDS-3; Managing Acces to Medicine and Health technologies, Arlington, VA : management Science for Health.
Maimun, Ali. 2008. PERENCANAAN OBAT ANTIBIOTIK BERDASARKAN KOMBINASI METODE KONSUMSI DENGAN ANALISIS ABC DAN REORDER POINT TERHADAP NILAI PERSEDIAAN DAN TURN OVER RATIO DI INSTALASI FARMASI RS DARUL ISTIQOMAH KALIWUNGU KENDAL, universitas di penogoro. Semarang